Rabu, 26 September 2012



 pemandangan yang indah



Tidak ada satupun yang tidak tau nama Danau Toba. Obyek wisata ini kondang seantero tanah air, dari anak kecil hingga orang dewasa. Danau toba terletak di propinsi Sumatra Utara, secara administratif ia masuk diwilayah Tapanuli Utara atau dikenal dengan sebutan popular Tobasa (Toba Samosir). Dari Medan, posisinya lumayan jauh dan menempuh perjalanan panjang ketika menuju kesana. Hampir seperti jarak tempuh Jakarta-Bandung, yakni 3 jam atau lebih. Kota yang akan dilewati setelah Medan adalah Pematang Siantar, satu kota terbesar kedua setelah Medan.







[navigasi.net] Danau - Toba


Jadi jika berangkat pagi hari, maka tepat saat jam makan siang kita akan masuk kewilayah kota Parapat, kota yang menjadi jantung terbesar ditepi jalan raya yang menghubungkan kota Medan kemari.  Pada awalnya saya tidak menyangka perjalanan akan sejauh ini. Sungguh, saya pikir hanya sepenggalan jarak yang sama dengan Jakarta-Sukabumi, atau Surabaya-Malang. Ternyata, alamak jauh juga.
Merapat kemari dengan perut yang sudah mulai berbunyi, kita bergegas keluar mobil untuk meluruskan otot yang keram akibat terlalu lama duduk diam didalam mobil selama perjalanan. Kota Parapat yang letaknya tepat ditepi danau, adalah kota yang tergeletak indah dilereng lereng perbukitan. Dari atas inilah tampak view indah Danau Toba, menukik kebawah diantara lereng tajam.  Sungguh, sebuah danau yang amat sangat besar dan ditengahnya terhampar sebuah pulau, bernama pulau Samosir.  Tempat ini cukup tinggi dan berhawa sejuk menyenangkan. Perut lapar dan capek diperjalanan seperti terhapus dengan melihat pemandangan elok serta udara yg sejuk dingin.
Wilayah ini bagi “orang Batak” disebut sebagai tempat asal muasal “Batak sesungguhnya”. Disinilah berdiam marga marga yang diyakini inilah wajah Batak seutuhnya. Penjelasannya sbb:
Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis dibagi sbb:
1. Batak Toba (Tapanuli) : mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah mengunakan bahasa Batak Toba.
2. Batak Simalungun : mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli Serdang, dan menggunakan bahasa Batak Simalungun.
3. Batak Karo : mendiami Kabupaten Karo, Langkat dan sebagian Aceh dan menggunakan bahasa Batak Karo. Mereka lebih suka menyebut dirinya sebagai orang Melayu.
4. Batak Mandailing : mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, Wilayah Pakantan dan Muara Sipongi dan menggunakan bahasa Batak Mandailing, geografis mereka lebih dekat dengan Padang.
5. Batak Pakpak : mendiami Kabupaten Dairi, dan Aceh Selatan dan menggunakan bahasa Pakpak.
Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan berasal dari Tanah Batak. Namun demikian, mereka mempunyai marga marga seperti halnya orang Batak. Yang disebut wilayah Tanah Batak atau Tano Batak ialah daerah hunian sekeliling Danau Toba, Sumatera Utara. Seandainya tidak mengikuti pembagian daerah oleh Belanda [politik devide et impera] seperti sekarang, Tanah Batak konon masih sampai di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara.
BATAK ALAS GAYO
Beberapa lema/dialek di daerah Alas dan Gayo sangat mirip dengan lemah bahasa Batak. Demikian juga nama Si Alas dan Si Gayo ada dalam legenda dan tarombo Batak. Dalam Tarombo Bona Laklak [tarombo pohon Beringin] yang dilukis cukup indah oleh L.Sitio [1921] nama Si Jau Nias, dan Si Ujung Aceh muncul setara nama Sorimangaraja atau Si Raja Batak I. Disusul kemudian hadirnya Si Gayo dan Si Alas setara dengan Si Raja Siak Dibanua yang memperanakkan Sorimangaraja, kakek dari Si Raja Batak.
BATAK PAKPAK
Sebagian kecil orang Pakpak enggan disebut sebagai orang Batak karena sebutan MPU Bada tidak berkaitan dengan kata OMPU Bada dalam bahasa Batak. Kata MPU menurut etnis Pakpak setara dengan kata MPU yang berasal dari gelar di Jawa [MPU Sendok, MPU Gandring]. Tetapi bahasa Pakpak sangat mirip dengan bahasa Batak, demikian juga falsafah hidupnya.
BATAK KARO
Sub etnis ini juga bersikukuh tidak mau disebut sebagai kelompok etnis Batak. Menurut Prof Dr. Henry G Tarigan [IKIP Negeri Bandung] sudah ada 84 sebutan nama marga orang Karo. Itu sebabnya, orang Karo tidak sepenuhnya berasal dari etnis Batak, karena adanya pendatang kemudian yang bergabung, misalnya marga Colia, Pelawi, Brahmana dsb. Selama ini di Tanah Karo dikenal adanya MERGA SILIMA [5 Marga].
BATAK NIAS
Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias (Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang mereka bukan berasal dari Tanah Batak, bukan dari Pusuk Buhit. Masuk akal karena secara geografis pulau Nias terleta agak terpencil di Samudera Indonesia, sebelah barat Sumatera Utara.Namun demikian, mereka mempunyai marga marga seperti halnya orang Batak.
Ada cerita unik yang pernah diutarakan oleh salah satu teman. Ketika Jepang datang kemari, ada satu orang perwira Jepang yang suka memberi makan ikan liar yang hidup di Danau Toba. Setiap pagi dan sore, ia mengayuh sampannya dari tepian danau, lantas membunyikan genta berkali kali sambil menyebarkan makanan. Ratusan ikan datang melahap makanan itu. Bertahun tahun ia melakukan itu, hingga akhirnya Jepang itu meninggal dikemudian hari. Ikan yang telah terbiasa makan pada jam dan posisi yang sama seperti kehilangan makanan dan kebiasaan rutin mereka. Penduduk yang tahu akan hal ini kemudian mengikuti langkah Jepang tersebut. Mereka beramai ramai membawa jala pada pagi dan petang sembari membunyikan genta. Ratusan ekor ikan ditangkap setiap minggunya. Hingga akhirnya, tidak ada ikan liar satupun yang tersisa.
Benar tidaknya cerita itu sudah tidak ada yang ingat. Kenyataannya, danau Toba dijaman modern ini bukan sentra penghasil ikan air tawar di sumut. Pemerintah kemudian berusaha merangsang penduduk lokal dengan memberi bantuan benih ikan dalam karamba untuk dipelihara agar menjadi sumber mata pencaharian mereka.